Kamis, 19 Juni 2014





Judul buku:Menyemai benih teknologi pendidikan

Penulis :Prof.Dr. Yusufhadi Miarso, M.Sc.

Pendahuluan





Tumbuh dan berkembangnya suatu konsep tidak akan terlepas dari konteks dimana konsep itu dapat tumbuh, serta apa dan bagaimana awal perkembangan konsep itu sendiri. Misalnya konsep “sekolah” yang merupakan lembaga khusus untuk menyelenggarakan pendidikan akan dapat tumbuh bilamana konteks masyarakat memungkinkannya (adanya kebutuhan yang dirasakan oleh anggota masyarakat, adanya tenaga professional yang mengelola dsb.).

Dalam bahasa keseharian, konteks dapat dianalogikan dengan “lahan”, dan awal konsep rumusan konsep dianalogikan dengan “benih”. Sehingga lahan yang masih kosong dapat ditumbuhkan benih di dalamnya.

Istilah “sekolah” menunjukkan gagasan adanya kegiatan pendidikan yang terstruktur dan diselenggarakan secara profesional. Istilah itu mewakili sejumlah rujukan yang terdiri atas gedung dengan segala fasilitasnya (kursi, meja, papan-tulis dsb.), siswa, guru, pengelola (kepala sekolah), tenaga tatausaha, kurikulum, proses belajar pembelajaran, dana operasional dll. Gagasan itu sendiri mengacu pada sejumlah rujukan yang telah diidentifikasi mewakili istilah.

Perkembangan Pendidikan

Pendidikan telah berlangsung sejak awal peradaban dan budaya manusia. Bentuk dan cara pendidikan itu telah mengalami perubahan, sesuai dengan perubahan zaman dan tuntutan kebutuhan.

Dalam kurun waktu yang berbeda beberapa penulis seperti Thomson (1951), Saettler (1968), Ashby (1972), serta Ornstein dan Levine (1981) bependapat tentang awal pendidikan terstruktur dimulai pada sekitar tahun 500 SM oleh kaum Sufi (Sophist). Mereka ini disebut sebagai “penjaja pengetahuan” (knowledge peddlers-Saettler), atau “guru pengelana” (wandering teachers – Ornstein & Levine), karena mereka menawarkan pendidikan secara berkeliling, dan tidak menenetap di suatu tempat. Oleh Ashby, berlangsungnya pendidikan yang dilaksanakan oleh kaum Sufi itu dinyatakan sebagai terjadinya revolusi pertama dalam bidang pendidikan.

Revolusi ini terjadi dengan diserahkannya pendidikan anak dari orangtua kepada orang lain yang berprofesi sebagai “guru”. Beberapa tokoh “guru pengelana” tersebut adalah Socrates (469 – 399 SM), Plato (439 – 347 SM), dan Aristoteles (384 – 322 SM). Socrates diketahui sebagai seorang filsuf yang mengajarkan bagaimana cara memperoleh kebenaran, keindahan dan kebajikan.

Cara mengajar terutama dilakukan dengan dialog lisan berdasarkan suatu masalah yang ada dalam kehidupan keseharian. Dengan dialog tersebut pada akhirnya akan dapat diperoleh hakekat tentang kebenaran, keindahan dan kebajikan. Cara dialog sampai sekarang masih banyak digunakan, dan bahkan seringkali disebu sebagai metode Socratic.

Salah seorang murid Socrates yang terkenal adalah Plato. Kalau Socrates mengajar secara lisan dengan dialog, Plato menulis buku Protagoras, Republic, dan Laws. Plato berpendapat bahwa kebenaran, kebajikan, keindahan dan keadilan adalah bersifat universal

Salah seorang murid Plato yang terkenal adalah Aristoteles. Aristoteles ini juga dikenal sebagai tutor raja Iskandar Agung (Alexander the Great). Dia mendirikan lembaga pendidikan yang disebut Lyceum. Aristoteles menekankan perlunya pendidikan sebagai landasan perkembangan kebudayaan. Kalau pendidikan diaba-kan, maka masyarakat akan terpuruk. Oleh karena itu dia menganjurkan adanya kewajiban bersekolah. Isi pelajaran di sekolah tidak jauh berbeda dengan pendapat gurunya, Plato.

Jan Komensky (Comenius 1592 –1970) seorang pendidik yang berasal dari Moravia, dan memperoleh pendidikan tinggi di Jerman. Lomensky berpendapat bahwa:

1. lingkungan sekolah harus didasarkan pada prinsip pertumbuhan dan perkembangan anak secara wajar, dengan memperbolehkan berbagai kegiatan yang sesuai.

2. pengajaran harus berlangsung dalam suasana yang menyenangkan, antara lain dengan menggunakan bahasa yang dikenal dan mempre-sentasikan obyek yang dikenal pula.

Jean Jacques Rousseau (1712 - 1778) adalah seorang ilmuwan dan politisi Perancis kelahiran Swiss, yang banyak menaruh perhatian pada filsafat sosial dan pendidikan. Rousseau dikenal dengan suatu buku novel yang ditulisnya dengan judul Emile. Dia berpendapat antara lain bahwa masyarakat telah memenjarakan anggotanya melalui serangkaian lembaga. Anak-anak harus dibebaskan dari penjara yang paling menekan, yaitu sekolah yang mengharuskan anak untuk menerima gagasan, kebiasaan dan perilaku yang telah ditentukan sebelumnya.

Johann Pestalozzi (1747 – 1827) adalah seorang pendidik Swiss yang pendapatnya cenderung mendukung Rousseau. Dia sependapat dengan Rousseau bahwa pada hakekatnya semua manusia itu terlahir dengan baik, tetapi dapat rusak tertular oleh masyarakat yang koruptif, yang tercermin antara lain dengan sekolah tradisional yang membosankan dengan hanya menekankan pada pengulangan dan penghafalan.

Belajar menurut Pestalozzi terjadi karena adanya rangsangan penginderaan. Ia juga berpendapat bahwa pembelajaran harus mengikuti perkembangan alamiah : konkrit ke abstrak, lingkungan dekat ke jauh, mudah ke sukar, gradual dan kumulatif.

Friedrich Froebel (1782 – 1852) merupakan seorang pendidik Jerman yang sangat dikenal dengan konsep pendidikan bagi anak usia dini yang disebut ”kindergarten”. Yang agak mengherankan kita adalah bahwa Froebel memulai karirnya sebagai seorang rimbawan, kimiawan, dan kemudian sebagai kurator musem, sebelum akhirnya terjun dalam dunia pendidikan.

Johann Herbart (1776 – 1841) adalah seorang filsuf Jerman yang dikenal dengan kontribusinya dalam bidang pendidikan moral dan metodologi pembelajaran. Menurut Herbart, tujuan akhir pendidikan adalah perkembangan moral. Manusia pada dasarnya merupakan mahluk yang baik, tetapi kalau moral dan pengetahuannya tida dikembangkan, maka mereka cenderung membuat kesalahan. Oleh karena itu ada dua kelompok ajaran yang perlu diberikan adalah pengetahuan dan etika. Proses pendidikan menurut Herbart sebaiknya berlangsung dalam lima tahap : persiapan, presentasi, asosiasi, sistematisasi, dan aplikasi.

Herbert Spencer (1820 – 1903) adalah seorang teoritisi social Inggris yang mencoba menyesuaikan teori evolusi biologis dari Darwin dengan teori sosiologi dan pendidikan. Spencer berpendapat bahwa manusia berkem-bang melalui serangkaian tahapa evolusi, mulai sederhana menjadi kompleks, dari seragam menjadi beragam. Menurut pendapatnya, individu yang paling kuat dalam satu generasi akan selamat (survival of the fittest), oleh karena itu pendidikan harus dikembangkan manusia mampu bertahan hidup, mampu menguasai kegiatan secara efisien, dan mampu meningkatkan efektivitas kinerja dalam hidup.

John Dewey (1859 – 1952) dianggap sebagai Bapak pendidikan Amerika Serikat. Sebelumnya, praktek pendidikan di AS didasarkan pada konsep dan gagasan yang dilahirkan oleh ahli-ahli dari Eropa. Menurut Dewey, pendidikan merupakan proses sosial dimana anggota masyarakat yang belum matang (terutama anak-anak) diajak ikut partisipasi dalam masyarakat

Dewey juga terkenal dengan metode ilmia yang dikenal dengan metode reflektif (reflective method). Metode itu berlangsun dengan langkah-langkah berikut :

1. Pemelajar (learner) mempunyai pengalaman langsung dari keterlibatannya dalam suatu kegiatan yang diminati.

2. Berdasarkan pengalaman tersebut pemelajar mempunyai masalah khusus yang merangsang pikirannya.

3. Pemelajar mempunyai atau mencari informasi yang diperlukan untuk memecahkan masalah tersebut.

4. pemelajar mengembangkan berbagai kemungkinan dan solusi tentatif untuk memecahkan masalah dan,

5. Pemelajar menguji kemungkin-an dengan jalan menerapkannya untuk memecakan masalah.

Ivan Illich (1926 – 1990) adalah seorang imam Katolik yang semula bertugas membina umat pastoral warga Puerto Rico di kota New York. Ia merupakan kritikus pendidikan yang dianggap radikal. Sewaktu dia bertugas di Mexico, dia meluncurkan pendapatnya tentang masyarakat bebas sekolah (deschooling society). Menurut pendapatnya, selama ini pendidikan di sekolah telah membelenggu perkembangan pribadi dan masyarakat, oleh karena itu kalau masyarakat mau maju harus dibebaskan dari sekolah, masyarakat akan berkembang melalui jaringan belajar.

Paulo Freire ( ? – 1997) adalah seorang ahli pendidikan Brazilia, dan pernah menjabat sebagai sekretaris Departemen Pendidikan Kota Sao Paolo. Dalam posisinya 6 itu dia telah berusaha menerapkan teori dan konsep pendi-dikannya, yang banya menghadapi tantangan dari mereka yang berpandangan konservatif. Menurut Freire pendidikan adalah usaha memanusiakan manusia, tujuan pendidikan adalah pembebasan yang permanen. Pembebasan permanen ini berlangsung dalam dua tahap :

Pertama tahap kesadaran akan penindasan, dan kedua membangun kemantapan dengan aksi budaya yang membebaskan.

Ki Hajar Dewantara (1889 – 1959) seorang tokoh pendidikan Indonesia yang memprakarsai berdirinya lembaga pendidikan Taman Siswa. Dia lebih terkenal dengan filsafat pendidikannya “tut wuri handayani, ing madya mangun karsa, ing ngarsa sung tulada”. Dewantara mengklasifikasikan tujuan pendidikan dengan istilah “tri-nga” (tiga”nga” – “nga” adalah huruf terakhir dalam abjad Jawa Ajisaka). “Nga” pertama adalah “ngerti” (memahami atau aspek intelektual), “nga” kedua “ngrasa” (merasakan atau aspek afeksi), dan “nga” ketiga adalah “nglakoni” (mengerjakan atau aspek psikomotorik). Rumusan ini telah dilakukan sekitar 20 tahun sebelum Bloom dkk.

merumuskan taksonomi tujuan pendidikan yang meliputi aspek kognitif, afektif dan psikomotor. Menurut Dewantara, adalah hak tiap orang untuk mengatur diri sendiri, oleh karena itu pengajaran harus mendidik anak menjadi manusia yang merdeka batin, pikiran dan tenaga.

Mohammad Syafei (1896 – 1969) seorang tokoh pendidikan yang mendirikan sekolah Kayutanam di Sumatera Barat. Dasar pendidikan menurut Syafei adalah : berpikir secara logis dan rasional dan meninggalkan cara berpikir mistik dan takhayul; isi pendidikan disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat; dan kegunaan hasil pendidikan untuk kemajuan masyarakat.

Perkembangan Teknologi

Menurut Iskandar Alisyahbana (1980) teknologi telah dikenal manusia sejak jutaan tahun yang lalu, karena dorongan untuk hidup yang lebih nyaman, lebih makmur dan lebih sejahtera. Jadi sejak awal peradaban, sebenarnya telah ada teknologi, meskipun istilah “teknologi” belum digunakan. Istilah “teknologi” berasal dari “techne” atau cara dan “logos” atau pengetahuan.Jadi secara harfiah teknologi dapat diartika dengan pengetahuan tentang cara. Pada awal peradaban misalnya, manusia memasak makanan dengan memanggang di atas api kayu bakar. Kemajuan peradaban kemudian dilakukan pemanggangan dengan api arang, dengan api kompor minyak tanah, kompo gas, kompor listrik dan oven microwave. Perkembangan ini menunjukkan teknologi dengan sarana yang berbeda dalam memproses makanan.

Pengertian teknologi sendiri menurut beberapa ahli adalah sebagai berikut :

Jaques Ellul (1967:xxv) memberi arti teknologi sebagai "keseluruhan metode yang secara rasional mengarah dan memiliki ciri efi-siensi dalam setiap bidang kegiatan manusia."

Iskandar Alisyahbana (1980:71) mendefinisikan teknologi sebagai "cara melakukan sesuatu untuk memenuhi kebutuhan manusia dengan bantuan alat dan akal, sehingga seakan-akan memperpanjang, memperkuat atau membuat lebih ampuh anggota tubuh, pancaindera dan otak manusia.

Sedangkan Baiquni (1979:49) mengartikan teknologi sebagai "hasil penerapan sistematik dari sains, yang merupakan himpunan rasionalitas insani kolektif, untuk memanfaatkan hidup dan mengendalika gejala-gejala di dalam proses produktif yang ekonomis".

Sumitro Djojohadikusumo yang juga dikutip Romo Mangun, mengartikan hakekat teknologi sebagai pengetahuan yang sistematik disertai dengan penerapan hasil pengetahuan sebagai kegiatan dalam perkembangan masyarakat.

AECT dalam buku The Definition of Educational Technology (1977) mengutip pendapat Hoban yang menyatakan bahwa “teknologi bukanlah sekedar mesin dan orang. Teknologi merupakan perpaduan yang kompleks dari organisasi manusia dan mesin, idee, prosedur, dan pengelolan.”. Sedangkan Finn dikutip dengan pernyataannya bahwa “Teknologi mencakup proses, sistem, pengelolaan dan mekanisme kontrol, baik yang mengangkut manusia maupun bukan manusia, dan lebih dari itu adalah merupakan suatu cara memandang permasalahan ditinjau dari sudut kepentingan, kesulitan, kelayakan teknis pemecahannya, dan nilai ekonomi.”

Teknologi dapat dibedakan menjadi dua macam. Yang pertama dan yang lazim kita kenal adalah teknologi fisik atau mekanik yang ditandai oleh mesin, alat dan perangkatnya. Yang kedua kurang sekali di kenal sebagai teknologi, yaitu teknologi sosial yang merupakan tatanan atau acuan yang ditetapkan oleh orang lain dalam mengorganisasikan manusia dan lingkungan-nya, serta hal-hal yang mengatur tugas, fungsi, wewenang dan kekuasaan.

Butir-butir pelajaran yang terkandung dalam teknologi dapat disimpulkan meliputi hal-hal berikut :

1. Diperlukan pendekatan yang bersistem secara menyeluruh. Tidak hanya sistem mikro yang diperhatikan, namun juga sistem meso dan makro.

2. Perlu adanya diversifikasi tanggung jawab dan bersamaan dengan itu adanya spesialisasi yang senantiasa ditingkatkan.

3. Perlu ada koordinasi yang baik dalam artian waktu dan gerak. Ada hubungan antar komponen, ada kesinambungan dalam tatakerja, dan ada ketergantungan satu sama lain. Dengan koordinasi yang baik, maka pengawasan dapat pula , dilakukan dengan baik.

4. Perlu adanya disiplin yang tinggi, terlebih-lebih disiplin internal yang didasarkan pada rincian tugas dan tanggung jawab yang telah ditentukan dan/atau tela disepakati.

5. Perlu adanya pengelolaan yang lebih terbuka dan tidak birokratis.

Perkembangan Awal Teknologi Pendidikan Teknologi Pendidikan sebagai suatu disiplin keilmuan, pada awalnya berkembang sebagai bidang kajian di Amerika Serikat. Meskipun demikian menurut beberapa penulis Amerika Serikat diakui bahwa para pendahulu atau nenek-moyang (forefathers) teknologi pendidikan kebanyakan berasal dari luar Amerika Serikat.

Saettler berpendapat bahwa sumber tumbuhnya teknologi pendidikan dapat ditelusuri sampai kaum Sufi, dengan cara mereka “menjajakan pengetahua-nya.” Bahkan menurutnya cara dialog seperti dilakukan oleh Socrates sampai sekarang masih digunakan sebagai metode pemecahan masalah (problem-solving method).

Menurut Finn, tahun 1920an adalah awal perkembangan teknologi pendidikan. Istilah dan definisi formal pertama yang berhubungan dengan teknologi pendidikan pada saat itu adalah “pengajaran visual”. Yang dimaksud dengan pengajaran visual adalah kegiatan mengajar dengan menggunakan alat bantu visual yang terdiri dari gambar, model, objek atau alat-alat yang dipakai untuk menyajikan pengalaman konkrit melalui visualisasi kepada siswa. Tujuan penggunaan alat bantu visual adalah untuk :

1. memperkenalkan , menyusun, memperkaya atau memperjelas konsep-konsep yang abstrak,

2. mengem-bangkan sikap yang diinginkan, dan

3. mendorong timbulnya kegiatan siswa lebih lanjut. Alat bantu visual umumnya diklasifikasi-kan mulai dari tingka kekonkritannya sampai dengan tingkat yang makin abstrak.

Arti penting dari sistem adalah pengertian adanya :

a) komponen-komponen dalam sistem,

b) integrasi kompornen-kompcnen itu, dan

c) peningkatan efisiensi sistem.

Pengembangan definisi pertama dilakukan oleh the Technological Development Project dari The National Education Association. Pada tahun 1963 disahkan definisi yang pertama sebagai berikut :

Komunikasi audiovisual yalah cabang teori dan praktek pendidikan, khususnya yang berkepentingan dengan rancangan dan pemanfaatan pesan yang mengendalikan proses belajar. Kegiatan ini meliputi perencanaan, produksi, seleksi, pengelolaan dan pemanfaatan komponen-komponen siste dan seluruh sistem instruksional. Tujuan praktisnya yaitu efisiensi pemanfaatan setiap metoda dan media komunikasi yang dapat menyumbang pengembangan potensi si-belajar secara penuh.

Model komunikasi audiovisual ini menekankan bahwa si-belajar merupakan bagian integral dari proses teknologi pendidikan, dan dengan membawa konsep dari teori belajar ke dalam model komunikasi unsur yang berupa respons dari si-belajar serta evaluasi dari respons tersebut. Model ini mengidentifikasikan dan mendefinisikan komponen-komponen khusus, dan tidak sekedar menyebutkan adanya komponen itu dalam sistem instruksional. Menurut Ely, komponen-komponen khusus itu adalah :

1. Pesan-pesan, yalah informasi yang ditransmisikan - isi dan artinya

2. Instrumentasi - media, menunjukkan sistem transmisi (bahan - dan peralatan yang tersedia untuk menyampaikan pesan) tertentu.

3. Orang, menunjukkan personal yang diperlukan untuk mengawasi atau membantu transmisi informasi atau presentasi.

4. Metoda adalah spesifikasi dan tehnik yang diperlukan untuk presentasi yang efektif

5. Lingkungan menunjukkan batasan atau pensyaratan dari kondisi tertentu dalam situasi instruksional.

Definisi kedua ini belum dianggap lengkap sehingga pada tahun 1972 Komis Definisi dan Terminologi AECT mengeluarkan definisi baru yang ketiga.

Teknologi pendidikan adalah suatu bidang yang berkepentingan dengan memfasilitasi belajar pada manusia, melalui usaha sistematik dalam identifikasi, pengembangan, pengorganisasian, dan peman-faatan berbaga macam sumber belajar serta dengan pengelolaan atas keseluruhan prose tersebut.

Definisi tahun 1977 yang merupakan definisi keempat, meliputi 16 bagian yang diharapkan dipahami sebagai suatu keseluruhan yang saling berkaaitan, sebab satu bagian saja tidak akan dapat memberikan penjelasan yang memadai. Definisi tersebut sbb :

Teknologi pendidikan adalah proses yang kompleks dan terpadu yang melibatkan orang, prosedur, idee, peralatan, dan organisasi untuk menganalisis masalah, mencarai jalan pemecahan, melaksanakan, mengevaluasi, dan mengelola pemecahan maslah yang menyangkut semua aspek belajar manusia. Pemecahan masalah terjelma dalam bentuk sumber belajar yang dirancang, dipilih dan/atau digunakan untuk keperluan belajar, dan yang terdiri dari pesan, orang, bahan, perlatan, teknik, dan latar (lingkungan). Proses analisis masalah merupakan fungsi pengembangan pendidikan dalam bentuk riset/teori, desain, produksi, evaluasi-seleksi, logistik, pemanfaatan, dan penyebarluasan. Proses pengarahan dan koorinas merupakan fungsi pengelolaan pendidikan yang meliputi pengelolaan organisasi dan personil.

Beberapa dari ke enambelas bagian tersebut adalah :

1. Istilah “teknologi pendidikan” dibedakan dengan “teknologi instruksional” ; yang terakhir merupakan bagian dari yang pertama. Teknologi instruksiona berkepentingan dengan kegiatan belajar yang bertujuan dan terkendali. Prose pemecahan masalah merupakan komponen sistem instruksional.

2. Teknologi pendidikan dapat membentuk teori karena adanya gejala khusus yang menjadi perhatian, orientasim sistematika, identifikasi kesenjangan, yan melahirkan startegi baru melalui riset, prediksi dan prinsip

3. Teknologi pendidikan memiliki teknik intelktual yang unik dan tidak digunakan pada bidang lain, yaitu pendekatan yang sistematik yang menimbulkan efek sinergistik

4. Teknologi pendidikan merupakan suatu profesi dengan adanya pendidikan khusus, organisasi profesi dan aktivitas-aktivitas yang dilakukanannya.

5. Teknologi pendidikan beroperasi dalam konteks masyarakat yang lebih luas, dengan sikap kemandirian dan kebebasan intelektual, meniadakan hal-hal yan bersifat klise, dan berpihak pada kepentingan manusia dalam memenuhi tujua hidup.

6. Teknologi pendidikan bergerak dalam keseluruhan bidang pendidikan, dan mengusahakan terciptanya keseimbangan dan hubungan kerjasama yang selaras dengan berbagai profesi pendidikan lain.

Terjemahan buku ini ke dalam bahasa Indonesia diterbitkan oleh Ikatan profesi Teknologi Pendidikan Indonesia (IPTPI) sebagai Seri Pustaka Teknologi Pendidikan 12 pada tahun 2000. Definisi kelima tahun 1994 adalah sbb.: Teknologi Pembelajaran adalah teori dan praktek dalam desain, pengembangan, pemanfaatan, pengelol-aan, serta penilaian proses dan sumber untuk belajar.

Komponen dalam definisi adalah :

· Teori dan praktek

· Kawasan desain, pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan, dan penilaian

· Proses dan sumber

· Untuk keperluan belajar

Arah pertumbuhan teknologi instruksional menurut Finn sesuai dengan teori Rostow tentang lima tahap pertumbuhan dari masyarakat tradisional ke kebudayaan teknologi tinggi, yaitu :

1. masyarakat tradisional - i1mu dan teknologi tidak tersedia, atau tidak secara teratur dan sistematik diterapkan;

2. pra-kondisi untuk tinggal landas ada perubahan psikolo-is dan politis di masyarakat,yang menyebabkan orang dan lembaga bersedia menerima teknologi, dan pada saat mana telah terbentuk modal dasar masyarakat yang diperlukan;

3. tinggal landas - massa kritis prakondisi tercapai, dan beberapa inovasi teknolog yang berlangsung bertindak sebagai stimulus untuk berpikir teknologis;

4. beranjak dewasa - dipergunakannya proses teknologi yang lebih canggih dan rumit, sementara itu investasi masyarakat dalam piranti (tools) sebanyak 10 –20 ; dan

5. konsumsi massa yang tinggi - masyarakat menerapkan proses dan sumber teknologi dimana saja untuk setiap kesempatan.

Kembali pada Segitiga Acuan dari Ogden dan Ricard yang telah ditampilkan di muka, dapatlah disimpulkan bahwa :

1. Istilah yang digunakan Teknologi Pendidikan atau Teknologi Pembelajaran

2. Gagasannya adalah agar setiap orang mampu mengembangkan diri secara optimal dengan memperoleh kesempatan belajar melalui berbagai proses dan sumber

3. Dengan rujukan :

· Proses yang sistemik dan sistematik

· Aneka sumber yang dikembangkan dan/atau digunakan untuk belajar

· Bertolak dari bebagai teori yang relevan dan kenyataan empiri

· Adanya nilai tambah dalam mencapai tujuan kegiatan

· Bersifat inovatif karena harus menyesuaikan dengan perkembangan pengetahuan dan kebutuhan

Perkembangan di Indonesia

Perkembangan teknologi pendidikan di Indonesia boleh dikatakan mengikuti perkembangan yang ada di Amerika Serikat. Sepeti halnya yang terjadi di AS, perkembangan tersebut dapat dikatakan dimulai dengan diguna-kannya media atau alat peraga untuk menunjang kegiatan pengajaran. Bedanya adalah kalau di Amerika dengan demokrasi liberalnya memungkinkan tumbuh-nya pemikiran dan tindakan oleh masyarakat, maka di Indonesia dengan demokrasi terpimpinnya mengharuskan restu pemerintah untuk mengembang-kan pemikiran dan kegiatan.

Pada tahun 1955 didirikan BKTPG (Balai Kursus Tertulis Pendidikan Guru) di Bandung; suatu lembaga yang bertugas menyelenggarakan kursus tertulis bagi calo guru SD guna menyongsong program perluasan kesem-patan belajar yang lebih berkualitas. Lembaga ini telah berkembang fungsinya, dan setelah mengalami masa pasang surut, sekarang ini menjadi Pusat Peng-embangan Penataran Guru Tertulis.

Rapat koordinasi teras Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menggariskan kebijakan pengembangan teknologi komunikasi untuk pendidikan dan kebudayaan pada tahun 1975 sebagai berikut :

· Kegiatan harus bertolak dari kebijakan pendidikan yang sudah ada;

· Rencana kegiatan dikembangkan dari hasil analisis kebutuhan;

· Diprioritaskan program pemerataan mutu pendidikan;

· Dalam mengadakan pembaharuan di sekolah harus dimulai dari titik pangkal strategis yaitu guru;

· Media yang dikembangkan dan digunakan harus telah terbukri efektif;

· Dibentuknya unit kerja yang akan menangani dan memanfaatkan teknologi komunikasi untuk pendidikan dan kebudayaan;

· Pengembangan tenaga melalui latihan dalam berbagai aspek teknologi pendidikan;

· Pengembangan program teknologi pendidikan pada perguruan tinggi;

Perkembangan terminologi dalam bidang teknologi pendidikan bahkan telah menjadi bagian integral dalam sistem pendidikan. Istilah “pembelajaran” yang berfokus pada kondisi dan kepentingan pemelajar (learner centered) untuk menggantikan istilah “pengajaran” yang teacher centered, mulai diperkenalkan sejak tahun 1973, telah dipakai secara meluas, bahkan telah diakomodasikan dan bahkan dikuatkan dalam perundangan (UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003). Demikian pula istilah “sumber belajar”, dan berbagai macam strategi pembelajaran.

Sistem dan strategi pembelajaran yang pada hakekatnya merupakan penerapa konsep universal dalam konteks Indonesia telah juga berkembang. Beberapa bentuk sistem dan strategi pembelajaran yang berkembang adalah :

· Sistem SMP Terbuka dan Universitas Terbuka yang telah berkembang ke seluruh pelosok, dan merupakan bagian integral sistem pendidikan nasional;



· Berkembangnya berbagai strategi belajar dan pembelajaran yang inovatif seperti belajar berbasis masalah, belajar berbasis aneka sumber, pembelajaran elaboratif, pembelajaran kooperatif, pembelajaran berbasis komputer, pembelajaran melalui televisi siaran (tvedukasi) dan lain-lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar